Waktu dimana semua akan menjadi semakin jelas, atau waktu dimana semua malah akan semakin bias? Waktu yang akan menjelaskan semua jawaban, atau waktu yang hanya akan memberikan pertanyaan lain? Waktu yang akan mempertemukan, atau waktu yang justru akan saling memisahkan? Hmmm...ketidapastian akan sesuatu waktu itu, membuat kita ingin rasanya mengambil remote dan menekan tombol pause.
Tapi bagaimanapun kita ingin, waktu tidak mungkin bisa dihentikan.
Ya, mungkin kamu berharap bahwa satu ciuman terakhir akan dapat menghentikan semua peristiwa di alam semesta. Bumi berhenti berputar. Bulan berhenti mengorbit. Rintik hujan menggantung di kaki-kaki langit. Air mata membeku di samping pipi kiri dan kanan. Lalu kamu menjadi setengah terjatuh dari posisimu sekarang. Tidak. Tidak demikian. Waktu akan terus bergerak.
Setiap huruf yang saya tulis, bergerak dengan waktu yang juga bergerak. Setiap kata yang kamu baca, bergerak dengan waktu yang juga bergerak.
Dia ada di sana. Waktu itu. Kita bergerak ke arahnya, meski itu dengan berlari, berjalan, atau diam sekalipun. Dia bergerak meninggalkan kita, meski itu dengan berlari, berjalan, atau diam sekalipun.
Setiap huruf yang saya tulis, bergerak dengan waktu yang juga bergerak. Setiap kata yang kamu baca, bergerak dengan waktu yang juga bergerak.
Dia ada di sana. Waktu itu. Kita bergerak ke arahnya, meski itu dengan berlari, berjalan, atau diam sekalipun. Dia bergerak meninggalkan kita, meski itu dengan berlari, berjalan, atau diam sekalipun.
Bagaimana jika kamu percepat saja? Sepertinya itu mudah dengan menekan kembali tombol FF pada remote yang kamu pegang. Dengan demikian kamu bisa segera tahu apa yang akan terjadi ketika kita sudah bertemu.
Tapi bagaimanapun kita ingin, waktu tidak mungkin bisa dipercepat.
Kita berada dalam dimensinya yang relatif. Ya, dilihat dari sisi manapun, waktu akan selalu relatif. Dia menjadi terasa sangat cepat ketika kita sudah tua dan rapuh. Dia menjadi terasa sangat lambat ketika kita sudah bosan dan jenuh.
Kita berada dalam dimensinya yang relatif. Ya, dilihat dari sisi manapun, waktu akan selalu relatif. Dia menjadi terasa sangat cepat ketika kita sudah tua dan rapuh. Dia menjadi terasa sangat lambat ketika kita sudah bosan dan jenuh.
Kalau begitu, kembalikan saja waktu yang dulu agar kita tidak perlu saling mengenal, biar tidak perlu saling menunggu. Atau tidak perlu jauh, cukup satu detik saja kita kembalikan waktu biar tidak perlu ada tulisan ngawur ini. Karena satu detik saja setelah kamu baca ini adalah masa lalu. Karena satu detik saja sebelum kamu baca ini adalah masa depan.
Tapi bagaimanapun kita ingin, waktu tidak mungkin bisa kembali.
Silakan bolak balik pasir di dalam gelas kaca itu, seolah kamu sedang mencoba mengembalikan waktu ke tempatnya yang semula. Silakan putar jarum jam ke arah kiri, seolah kamu sedang mencoba untuk menolak menjadi tua. Silakan putar film, kaset, video atau animasi dengan arah berlawanan, seolah dengan itu waktu akan mengembalikan kamu ke posisi sebelum akhirnya sekarang kamu jatuh di sini. Tapi demikian, matahari akan tetap tegak mencipta bayangannya. Subuh akan tetap Subuh. Magrib akan tetap Magrib. Dan malam hanya akan ditemani rembulan, meski tidak purnama.
Mengerti? Iya.
Stasiun Jatinegara, Jakarta, 28 Mei 2012.
No comments:
Post a Comment