Thursday, December 18, 2014

Wanita Terakhir

Setiap pagi, aku selalu berusaha membayangkan kamu ada di sampingku. Di atas tempat tidur ini. Membayangkan kamu tersenyum ramah kepadaku yang mungkin baru saja membuka mata. Aku lihat senyum itu adalah senyum bahagia, karena akhirnya kita serumah, sekamar dan seranjang. Haha...

Tapi ada hal yang berbeda dengan pagi ini. Selain rutinitas pagi yang aku ceritakan sebelumnya, aku mencoba kembali menutup kedua mata sambil membayangkan tentang beberapa alasan mengapa kamulah yang menjadi wanita itu. Wanita terakhirku. 

Sebanyak mungkin alasan aku kumpulkan pagi ini. Tentu, ada alasan yang baik dan ada juga alasan yang buruk. Mungkin kamu seperti ibuku yang penyayang dan baik. Mungkin kamu punya daya cipta yang tinggi dan penuh kreasi. Mungkin kamu terlihat mandiri dan cerdas. Mungkin kamu manis dan mengagumkan. Mungkin juga kamu terlalu kekanak-kanakan. 

Tapi, aku pikir sudah tentu pula harus aku ambil alasan yang paling objektif. Alasan itu harus bisa melepaskan aku dari unsur subjektif tentang perasaanku kepadamu. Tapi, semakin banyak alasan aku temukan, semakin aku menyadari bahwa alasan yang paling logis dan dapat aku terima tentang satu pertanyaan: "kenapa harus kamu?" adalah ternyata tidak ada alasan untuk aku memilih kamu. Aku hanya punya keyakinan bahwa aku benar-benar mencintaimu dan benar-benar takut kehilanganmu.

Bayangkan, ketika nanti kita sudah tua, sudah melewati banyak masalah berdua, ketika kulit kita sudah sama-sama keriput, ketika semua rambut sudah mulai putih dan rontok, ketika wajah kita sudah sama-sama menjadi jelek, baru mungkin aku bisa katakan bahwa aku saat ini benar-benar sudah jatuh ke lubang cinta yang sangat dalam dan nyaman. Sehingga tak mampu lagi aku keluar, meski ingin sesekali melihat kembali melihat dunia luar. Menyapa orang lain di luar sana. 

Ya, aku sudah tidak mampu lagi keluar dan menemukan kembali pilihan lain. Pilihanku sudah kamu saja.

No comments: